Senin, 06 Mei 2013

Logotherapy

     Logotherapy berasal dari kata Logos (yunani), yang artinyameaning (makna) dan spirituality (kerohanian). Logotherapymengakui adanya dimensi kerohanian dan memanfaatkannya untuk mengembangkan hidup yang bermakna. Logotherapy disebut juga sebagai Therapy through Meaning atau Health through Meaning(Christia, 2011). Logotherapy dikembangkan oleh Victor Frankl yang beraliran eksistensial. Frankl adalah psikiater yang ditangkap oleh tentara Nazi. Istri dan anaknya terbunuh, sedangkan hanya dirinya sendiri yang selamat. Dari penderitaan yang ia rasakan di perkemahan Nazi tempat dirinya ditangkap, kemudian ia membuat sebuah teori mengenai makna hidup. Bukunya berjudul ‘Message of Meaning’. Menurut Frankl terdapat dua tipe manusia, yaitu manusia yang seperti babi dan manusia yang baik. Manusia yang seperti babi, akan mengorbankan orang lain, bahkan temannya sendiri saat sedang berada dalam situasi sulit. Sebaliknya manusia yang baik, akan menolong orang lain walaupun dirinya sendiri kesulitan dan selalu melakukan sesuatu yang bermanfaat.

     Dasar pandangan terapi ini adalah dari filsafat eksistensial. Filsafat eksistensial berkaitan dengan eksistensi manusia di dunia ini, seperti bagaimana manusia melihat hidupnya ke depan. Christia (2011) mengatakan Logotherapy berpandangan bahwa makna hidup(the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motif asasi manusia. Uang, kekuasaan, dan lain-lain adalah makna hidup yang semu. Logotherapy terkadang disebut aliran ketiga dalam terapi psikis, aliran yang lainnya adalah analisis kejiwaan (Freud) dan psikologi individual (Adler). Mereka berbeda dalam analisis kejiwaan yang fokus pada tekad kesenangan, psikologi individual fokus pada tekad kekuatan dan logotherapyfokus pada tekad makna.

     Menurut Kimble dan Ellor (2000) logotherapy bertentangan dengan terapi lainnya terkait dengan tujuan terapi. Frankl (dalam Kimble dan Ellor, 2006) mengatakan bahwa tujuan terapi psikoanalisis adalah mencapai persetujuan yang dapat diterima antara tuntutan alam bawah sadar dan kenyataan yang diperoleh. Tujuan terapinya adalah menyesuaikan individu pada orang-orang yang berada disekitarnya. Pada psikologi individual lebih ambisius dan penuh harapan. Mendasarkan pada penyesuaian, yang menuntut kesabaran dalam membentuk ulang kenyataan. Berbeda dengan logotherapy yang memiliki tujuan untuk pemenuhan individu, melalui dimensi lain yang membuat individu keluar dari lingkaran kehidupan yang terbukti tidak dapat diubah. Situasi kehidupan yang terbukti kaya akan makna dan pemenuhan diri (Kimbley dan Ellor, 2006).

Kodrat/ Hakikat Manusia
Berikut ini merupakan beberapa pandangan logotherapy terhadap manusia :
  1. Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
  2. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logotherapy tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilahnoetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
  3. Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukanself-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya. Serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
  4. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
  5. Dengan demikian, dalam pandangan logotherapy manusia adalah istimewa.
Menurut Christia (2011) kodrat manusia terdiri dari:
  1. Manusia adalah makhluk hidup yang terintegrasi dengan 3 dimensi dasar, yaitu: (a) Somatic adalah dimensi biologis, berkaitan dengan faktor herediter dan konstitusional (hormon dan syaraf). (b) Mental Adalah dimensi proses psikologis.(c) SpiritualAdalah dimensi non-logical yang seringkali diabaikan di bidang psikologi dan psikiatri. Dimensi spiritual ini dipentingkan dalam logotherapy.
  2. Adanya kebebasan dan tanggung jawab.Kebebasan manusia dibatasi oleh kebebasan orang lain, sehingga kebebasan kita menjadi terbatas. Kebebasan berkehendak(Freedom of Will) adalah kebebasan dalam arti terbatas. Kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab.
  3. Adanya hati nurani.Hati nurani adalah organ untuk menentukan makna, yang ditunjukkan dengan adanya Wiil to Meaning. Hati nurani memiliki keaslian dalam ketidaksadaran spiritual dan dibandingkan secara individual dengan insting. Hati nurani dideskripsikan sebagai ’insting etika’ dan memiliki kualitas luar biasa.
  4. Membedakan manusia dengan hewan.
  5. Manusia sebagai makhluk spiritual tidak akan sakit, yang sakit adalah dimensi somatik dan psikologis. Kita memiliki spiritualitas yang membuat kita dapat menyikapi berbagai masalah, membuat kita peduli dengan orang lain dan membuat kita menjadi benar.Dasar kehidupan manusia akhirnya adalah tidak sadar. Terdapat perbedaan diantara ketidaksadaran spiritual dan instingtual. Freud menganggap ketidaksadaran sebagai insting yang tertindas.
Nilai Kehidupan
     Kehidupan memiliki makna dalam keadaan apapun, termasuk dalam penderitaan. Manusia memiliki kehendak untuk hidup bermakna yang merupakan motivasi utama dalam hidup. Jadi kehendak hidup bermakna (The Will to Meaning) adalah motivasi dasar manusia. Hal ini tertuju pada hal-hal di luar diri, tidak self-centered (Christia, 2011). Maka dari itu hidup yang bermakna adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Makna Hidup (The Meaning of Life)
     Makna hidup merupakan sesuatu yang penting, benar, dan didambakan oleh setiap orang. Makna hidup ditemukan dalam kehidupan, termasuk penderitaan (rasa salah, sakit, kematian). Makna hidup itu khas/unik, personal (benar untuk orang tertentu, belum tentu benar untuk orang yang lain), spesifik, dan konkret. Makna hidup bisa berubah (temporer), yaitu ada jangka panjang dan jangka pendek, namun ada makna hidup yang mutlak dan universal. Makna hidup tak dapat diberikan oleh siapapun, tetapi harus ditemukan sendiri.
     Tujuan hidup terkandung di dalam makna hidup. Makna dalam praktiknya tampil sebagai nilai (value): belief preskriptif ataubelief yang memandu dan mengarahkan tingkah laku. Pada dasarnya makna hidup adalah hal yang bernilai atau baik. Makna hidup adalah nilai terminal karena mengandung tujuan hidup (Christia, 2011). Kita tidak akan pernah menghindar dari tugas memilih diantara kemungkinan-kemungkinan. Banyak orang mengabaikan masa lalu mereka sebagai sumber makna di kehidupan mereka, padahal mengindetifikasi sumber makna di masa lalu dapat memberi makna di masa sekarang. Makna hidup itu harus dicari oleh manusia, di dalam makna tersebut tersimpan nilai-nilai yaitu : (1) nilai kreatif, (2) nilai pengalaman, dan (3) nilai sikap. Dengan dorongan untuk mengisi nilai-nilai itu maka kehidupan akan lebih bermakna. Makna hidup yang diperoleh manusia akan meringankan beban atau gangguan kejiwaan yang dialaminya.

Sumber Makna Hidup
     Selama kita mampu melihat hikmah di setiap keadaan maka makna hidup mungkin saja dapat ditemukan dalam keadaan penderitaan. Dalam kehidupan ini terdapat beberapa bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang dapat menemukan makna hidupnya apabila nilai-nilai tersebut dipenuhi.Sumber makna hidup menurut Frankl (dalam Christia, 2011) ada tiga macam, yaitu:
  1. Creative Values. Terdiri dari berkarya, bekerja, mencipta, dan melaksanakannya dengan baik karena mencintai kegiatan itu. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan makna hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Namun, pekerjaan hanyalah sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup, sehingga makna hidup tidak terletak pada pekerjaan tetapi lebih tergantung pada individu yang bersangkutan.
  2. Experiental Values. Terdiri dari meyakini dan menghayati: kebenaran, keyakinan, keindahan, cinta kasih dan keimanan.
  3. Attitudinal Values. Yaitu mengambil sikap tepat atas pengalaman tragis yang tak terhindarkan lagi. Jadi, menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan kebenaran akan segala bentuk-bentuk penderitaan. Dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya tetapi sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.
Tujuan Logotherapy
     Menurut Semiun (2006) tujuan logotherapy menyangkut beberapa hal. Terapis pertama-tama harus memperlebar dan memperluas medan visual dari klien sehingga seluruh spektrum makna dan nilai-nilai disadari dan kelihatan olehnya. Dengan demikian usaha klien untuk berpusat pada dirinya sendiri dipecahkan karena ia dikonfrontasikan dan diarahkan kepada makna hidupnya. Pemenuhan diri sendiri hanya bisa tercapai sejauh manusia telah memenuhi makna konkret dari keberadaan pribadinya.Terapis juga membantu pengalaman individual yang nyata (real) dari klien sehingga ia dapat mengikuti potensi-potensinya dan melampaui keadaan-keadaan yang tidak wajar.
     Akhirnya terapis harus membantu klien menghilangkan kecemasan dan neurosis kompulsif eksesif. Terapis harus mengingat bahwa logotherapy bukan treatment simtomatik terhadap neurosis, melainkan menangani sikap klien terhadap simtom-simtom. Jadi, seseorang dengan gangguan fisik tetap bertanggung jawab terhadap sikap spiritual atau sikap eksistensialnya terhadap keadaannya (semiun, 2006).
Menurut Kimble dan Ellor (2000) tujuan logotherapy dengan kata lain untuk menstimulasi kehendak untuk hidup bermakna. Frankl (dalam Kimble dan Ellor, 2000) menemukan bahwa manusia itu berorientasi pada makna hidup dan pencarian makna hidup disekelilingnya. Kehendak untuk mendapatkan kenikmatan dan kehendak untuk mendapatkan kekuasaan terdorong dan terarahkan dari kehendak untuk memiliki hidup yang bermakna (Kimble dan Ellor, 2000).
     Secara ringkas, Logotherapy bertujuan agar masalah yang dihadapi klien, bisa ditemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut. Ada pun tujuan dari logotherapy adalah agar setiap pribadinya, yaitu:
  1. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal
  2. Ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya.
  3. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
  4. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan.
  5. Agar mampu tegak, kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Langkah-langkah dalam Proses Terapi
Langkah-langkah dalam proses terapi menurut Semiun (2006), adalah sebagai berikut:
1. Menghadapi Situasi tersebut
     Diagnosis yang tepat merupakan langkah pertama dalam terapi dan merupakan sesuatu yang penting. Seluruh gangguan fisik klien merupakan faktor-faktor fisik, psikologis, dan spiritual. Tidak ada neurosis somatogenik, psikogenik, atau noogenik saja. Tujuan diagnosis adalah menentukan sifat dari setiap faktor dan mengidentifikasi faktor manakah yang dominan. Apabila faktor fisik yang dominan, maka kondisi itu disebut psikosis, dan apabila faktor psikologis yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis. Sebaliknya apabila faktor spiritual yang dominan maka kondisi tersebut adalah neurosis noogenik.
2. Kesadaran akan Simtom
     Dalam menangani reaksi-reaksi neurosis psikogenik, logotherapydiarahkan bukan pada simtom-simtom dan bukan juga pada penyebab psikis, melainkan sikap klien terhadap simtom-simtom tersebut.dalam mengubahh sikap klien terhadap simtom-simtom-simtom itu, logotherapy benar-benar merupakan suatu terapi personalitik.
3. Mencari Penyebab
     Logotherapy adalah suatu terapi khusus bagi frustasi eksistensial (kehampaan eksistenasial) atau frustasi terhadap keinginan akan makna. Kondisi-kondisi ini jika menghasilkan simtom-simtom neurotik, maka disebut neurosis noogenik.
     Logotherapy berurusan dengan penyadarab manusia terhadap tanggung jawabnya karena tanggung jawab merupakan dasar yang hakiki bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab berarti kewajiban, dan kewajiban tersebut hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan makna, yakni makna hidup.
Jadi, logotherapy berkenaan dengan makna dalam berbagai aspek dan bidangnya. Makna keberadaan itu dapat berupa makna hidup dan mati, makna pendeitaan, makna pekerjaan dan makna mati.
4. Menemukan Hubungan antara Penyebab dan Simtom
     Neurosis kecemasan dan keadaan fobia ditandai oleh kecemasan antisipatori yang menimbulkan kondisi yang ditakutu klien. Terjadinya kondisi tersebut kemudian memperkuat kecemasan antisipatori yang mengakibatkan lingkaran setan sehingga sehingga klien menghindar atau menarik diri dari situasi-situasi tersebut, di mana ia merasakan bahwa kecemasannya akan terjadi. Dalam kasus-kasus yang menyangkut kecemasan antisipatori, teknik logotherapy yang disebut intensi paradoksikal (paradoxical intention) sangat berguna.
     Sebaliknya, perhatian dan observasi diri yang berlebih-lebihan ditangani dengan teknik logotherapy lain, yakni derefleksi (dereflexion). Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
Di lain pihak, klien yang mengalami kasus yang tidak bisa disembuhkan dan nasib buruk yang tidak dapat diubah, maka perhatian klien diarahkan kepada unsur rohani dan di dorong supaya klien menemui nilai bersikap. Teknik logotherapy ini dinamakan bimbingan rohani (spiritual ministry).

Peranan dan Kegiatan Terapis
     Menurut Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan terapis dapat dikemukakan secara singkat di bawah ini.
1. Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah.
    Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).
2. Mengendalikan filsafat pribadi
    Maksudnya adalh terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya.
3. Terapis bukan guru atau pengkhotbah
    Terapis adalah seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada klien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.
4. Memberi makna lagi pada hidup
    Salah satu tujuan logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada kepada hidupnya.
5. Memberi makna lagi pada penderitaan
    Di sini, terapis harus menekan bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.
6. Menekankan makna kerja
    Tugas terapis adalah memperlihatkan makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup dipikul oleh setiap orang dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini dilakukan bukan dengan perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan tanggung jawab timbul dari kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.
7. Menekankan makna cinta
    Tugas terapis adalah menuntut klien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya.

Teknik Logotherapy
    Frankl dengan logotherapy-nya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Menurut Semiun (2006) teknik-teknik logotherapy yang terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi, dan bimbingan rohani.
a. Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Menurut logotherapy disebut antagonisme psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
Teknik ini diarahkan pada penghapusan gejala melalui cara yang paradoks, yakni meminta kepada klien agar ia dengan sengaja menampilkan gejala yang dialaminya, tetapi dengan melebih-lebihkan dan mengejek atau berhumor atas gejala itu. Landasan dari intensi paradoksikal ini adalah kesanggupan manusia untuk bebas bersikap dan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Mengambil jarak terhadap diri sendiri berarti melampaui diri sendiri, dan inilah yang dinamakan humor. Frankl (dalam Semiun, 2006) mengemukakan bahwa humor tehadap diri sendiri atau menertawakan gejala-gejalanya sendiri bagi individu memiliki pengaruh kuratif.

b. Derefleksi
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.

c. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.


Sumber:
Christia, Mellia. (2011). Meraih Hidup Bermakna. Seminar. Universitas Indonesia: Depok.

Kimble, A Melvin, dan Ellor, W James. (2000). Logotherapy: An Overview. Journal of Religious Gerontology. Vol. 11.

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 3. Ebook. Yogyakarta: Kanisius

Widyarini, Nilam M.M. (2000). PsikologiPopuler: Kunci Pengembangan Diri. Ebook. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.