PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
Alexander Schneiders mendefenisikan kesehatan mental sebagai: Ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis dan bertujuan untuk mencapai dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya kerusakan mental atau malajudjusment. Kesehatan mental terkait dengan (1) bagaimana kita memikirkan, merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; (2) bagaimana kita memandang diri sendiri dan sendiri dan orang lain; dan (3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental sangat penting bagi setiap fase kehidupan. kesehatan mental meliputi upaya-upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang lain, dan mengambil keputusan.
Kesehatan mental tertentang dari yang baik sampai dengan yang buruk, dan setiap orang akan mengalaminya. tidak sedikit orang, pada waktu-waktu tertentu mengalami masalah-masalah kesehatan mental selama rentang kehidupannya. Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerjasama satu sama lain sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
- Hadfield : ”upaya memeliharaan mental yang sehat dan mencegah agar mentak tidak sakit”.
- Alexander Schneiders : ”suatu seni yang praktis dalam mengembangkan dan menggunakan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan mental dan penyesuaian diri, serta pencegahan dari gangguan-gangguan psikologis”.
- Carl Witherington : ”ilmu pemeliharaan kesehatan mental atau sistem tentang prinsip, metode, dan teknik dalam mengembangkan mental yang sehat”.
KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT
1.Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
- Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak.
- Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
2. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan pada tabel sebagai berikut (Syamsu Yusuf LN ; 1987).
1.Fisik
- Perkembangannya normal.
- Berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya.
- Sehat, tidak sakit-sakitan.
2.Psikis
- Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
- Memiliki Insight dan rasa humor.
- Memiliki respons emosional yang wajar.
- Mampu berpikir realistik dan objektif.
- Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
- Bersifat kreatif dan inovatif.
- Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
- Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak.
3.Sosial
- Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan (sikap alturis).
- Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan.
- Bersifat toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.
4.Moral-Religius
- Beriman kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
- Jujur, amanah (bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.
Sedangkan menurut Schneiders membagi kriteria kesehatan mental menjadi beberapa kategori (dalam bukunyaPersonality Dynamic and Mental Health) mengemukakan kriteria yang sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Kriteria itu dapat diurikan sebagai berikut (Schneiders, 1965).
1. Adequate contact with reality (Hubungan yang adekuat dengan kenyataan)
Dalam berbicara tentang kriteria penyesuaian diri, kita mengenal salah satu kriteria, yakni orientasi yang adekuat pada kenyataan. Dalam menilai kesehatan mental, kita menemukan sesuatu yang sangat serupa dengan orintasi, yakni konsep kontak, meskipun kedua istilah tersebut tidak memiliki arti yang persisi sama. Orientasi mengacu secara khusus pada sikap seseorang terhadap kenyataan, sedangkan kontak mengacu pada cara bagaimana atau sejauh mana seseorang menerima kenyataan menolaknya atau melarikan diri padanya.
Dengan demikian, seseorang yang terlalu menekankan masa lampau adalah orang yang tidak berorientasi pada kenyataan, sedangkan seseorang yang menggantikan keenyataan dengan fantasi/khayalan adalah orang yang telah menolak kenyataan. Orientasi yang kurang sangat mungkin berhubungan dengan ketidakmampuan menyesuaiakan diri dan gangguan-gangguan neurotic, sedangkan kontak yang tidak adekuat dengan kenyataan secara khas ditemukan pada pasien yang sangat kalut, seperti pasien skizofrenik.
2. Healthy attitude (Sikap-sikap yang sehat)
Sikap-sikap mempunyai kesamaan dengan perasaan dalam hubungannya dengan kesehatan mental. Dalam perjumpaan kita dengan kepribadian-kepribadian yang tidak dapat menyesuaiakan diri atau kalut, kita selalu teringat betapa pentingnya mempertahankan pandangan yang sehat terhadap hidup, orang-orang, pekerjaan atau kenyataan. Tidak mungkin kesehatan mental terjadidalam konteks kebenciandan prasangka, pesimisme dan sinisme, atau keputusaasaan dan kehilangan harapan. Sikap-sikap ini terhadap kesehatan mental sama seperti bakteri dan racun terhadap kesehatan fisik.
3. Control our thought and imagination (Pengendalian pikiran dan Imajinasi)
Pengendalian yang efektif selalu merupakan salah satu tanda yang sangat pasti dari kepribadian yang sehat. Ini berlaku terutama bagi proses-proses mental. Berkhayal secara berlebihan, misalnya, merusak kesehatan mental karena melemahkan hubungan antara pikiran dan kenyataan. Tanpa pengendalian ini, maka obsesi, ide yang melekat (pikiran yang tidak hilang-hilang), fobia, delusi dan symptom-symptom lainnya mungkin berkembang.
4. Integration our thought and conduct (Integrasi pikiran dan Imaninasi)
Hal ini juga penting bagi kesehatan mental adalah mengintegrasikan antara pikiran dan tingkah laku, suatu kualitas yang biasanya diindentikkan sebagai integritas pribadi. Pembohong yang patologik, psikopat, dan penipu mengalami kekurangan dalam integrasi pribadi dan sering kali cirinya adalah patologik
5. Integration of motives and resolution of conflict (Integrasi motif-motif dan pengendalian konflik/frustasi)
Kemampuan untuk mengintegarsikan motivasi-motivasi pribadi dan tetap mengendalikan konflik-konflik dan frustasi-frustasi dan konflik-konflik sama pentingnya dengan integrasi pikiran dan tingkah laku. Konflik yang hebat akan muncul apabila motif-motif tidak terintegrasi. Kebutuhan akan afeksi dan keamanan bisa bertentangan dengan otonomi, dorongan seks bia bertentangan dngan cita-cita atau prinsip-prinsip moral. Kecenderungan-kecenderungan yang bertentangan ini harus diintegrasikan antara satu dengan yang lainnya jika konflik-konflik dan frustas-frustasi itu dikendalikan.
6. Mental efficiency (Efesiensi mental)
Efesiensi dapat digunakan untuk menilai kesehatan mental. Tentu saja kepribadian yang mengalami gangguan emosional neurotic, atau tidak adekuat sama sekali tidak memiliki kualitas ini.
7. Adequate concept of self (Konsep diri yang sehat)
Perasaan-perasaan diri yang tidak adekuat, tidak berdaya, rendah diri, tidak aman, atau tidak berharga akan mengurangi konsep diri yang adekuat. Kondisi ini akan sulit menemukan kriteria lain dalam kesehatan mental. Ide ini dapat disamakan dengan penerimaan diri.
8. Feeling of security and belonging (Perasaan terhadap rasa aman dan penerimaan)
Integrasi yang dituhkan bagi kesehatan mental dapat ditunjang oleh perasaan-perasaan positif dan demikian juga sebaliknya perasaan-perasaan negative dapat mengganggu atau bahkan merusak kestabilan emosi. Perasaan-perasaan tidak aman yang dalam, tidak adekuat, bersalah, rendah diri, bermusuhan, benci, cemburu, dan iri hati adalah tanda-tanda gangguan emosi dan dapat menyebabkan mental tidak sehat. Sebaliknya, perasaan-perasaan diterima, cinta, memiliki, aman, dan harga diri sebagai tanda kesehatan mental. Dari perasaan-perasaan ini, perasaan aman mungkin sangat dominan karena pengaruhnya merembes pada hubungan antara individu dan tuntutan-tuntutan kenyatan.
9. Adequate ego integration (Integrasi ego yang adekuat)
Menurut White, “Identitas ego adalah diri atau orang di mana ia merasa menjadi dirinya sendiri”(White, 1952). Dalam perjuangan yang tak henti-hentinya untuk menanggulangi tuntutan-tuntutan dari diri dan kenyataan dan untuk menangani secara tegas harus berpegang teguh pada integrasi kita sendiri. Kita harus mengetahui kita ini siapa dan apa.
Pada beberapa orang, identitas ego rupanya tidak tumbuh menjadi lebih stabil ketika mereka mendekati masa remaja atau masa dewasa, melainkan akan terjadi fiksasi-fiksasi pada tingkat-tingkat perkembangan yang tidak matang atau regresi apda cara-cara bertingkah laku yang lebih awal, serta akan terhambat kemampuan untuk bertindak secara efektif. Menurut White “Apabila identitas ego tumbuh menjadi stabil dan otonom, maka orang tersebut akan mampu bertingkah laku lebih konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Semakin ia yakin akan kodrat dan sifat-sifat yang khas dari dirinya sendiri, maka semakin kuat juga inti yang menjadi sumber kegiatannya”.
10. A healthy emotional life (Emosional yang sehat)
Banyak kriteria penyesuaian diri dan kesehatan mental berorientasi kepada ketenangan pikiran/mental, yang seringkali disinggung dalam pembicaraan mengenai kesehatan mental, yang seringkali disinggung dalam pembicaraan mengenai kesehatan mental. Apabila ada keharmonisan emosi, perasaan positif, pengendalian pikiran dan tingkah laku, ingrasi motif-motif maka akan muncul ketenangan mental. Kita tidak dapat memiliki yang satu tanpa yang lain-lainnya. Ini berarti kesehatan mental, sepertipenyesuaian diri dan tidak diizinkan adanya symptom-symptom yang melumpuhkan. Respon-respon yang simptomatik, seperti delusi-delusi, lamunan, atau halusinasi, langsung bertentangan dengan kestabilan mental.
Uraian diatas, menunjukan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan yang tidak sehat cirinya sebagai berikut :
- Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
- Perasaan tidak aman (insecurity)
- Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
- Kurang memahami diri (self-understanding)
- Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
- Ketidakmatangan emosi
- Kepribadiannya terganggu
- Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
RUANG LINGKUP KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental memiliki ruang kajian yang sangat luas. Ruang lingkup kesehatan mental antara lain sebagai berikut:
1. Mental Hygiene dalam Keluarga
Amatlah penting bagi suami istri dalam mengelola keluarga untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah untuk memahami konsep-konsep atau prinsip-pronsip kesehatan mental hygiene ini, yang berfungsi untuk mengembangkan mental yang sehat atau mencegah terjadinya mental yang sakit pada anggota keluarga.
2. Mental Hygiene di Sekolah
Gagasan ini didasarkan pada asumsi bahwa “perkembangan kesehatan mental peserta didik dipengaruhi oleh iklim sosio-emosional di sekolah.” Pemahaman pimpinan sekolah dan guru-guru (terutama guru BK atau konselor) tentang mental hygiene sangatlah penting. Pimpinan dan para guru secara sinerji dapat menciptakan iklim kehidupan sekolah (fisik, emosional, sosial, maupun moral spiritual) untuk perkembangan kesehatan mental para siswa. Di samping itu mereka dapat memantau gejala gangguan mental para siswa sedini mungkin. Mereka dapat memahami masalah mental yang dapat diatasi sendiri dan mana yang seyogianya dirujuk ke para ahli yang lebih profesional.
Para guru di SLTP dan SLTA perlu memahami kesehatan mental siswanya yang berada pada masa transisi, karena tidak sedikit siswanya yang mengalami kesulitan mengembangkan mentalnya karena terhambat oleh masalah-masalahnya, seperti penyesuaian diri, konflik dengan orang tua atau teman, masalah pribadi, masalah akademis yang semuanya dapat menjadi sumber stres.
3. Mental Hygiene di tempat kerja
Lingkungan kerja memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Lingkungan kerja tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah, ajang persaingan bisnis, dan peningkatan kesejahteraan hidup, tetapi juga menjadi sumber stres yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental bagi semua orang yang berinteraksi di tempat tersebut.
Banyak masalah yang mengakibatkan gangguan mental di tempat kerja yang diakibatkan oleh stres, apabila masalah-masalah tersebut menimpa suatu lembaga atau perusahaan, maka akan terjadi stagnasi produktivitas kerjadi di kalangan pimpinan atau karyawan. Jika hal ini terjadi, amaka tinggal menunggu kebangkrutan lembaga atau perusahaan tersebut.
Berdasarkan hal itu, bagi para pimpinan lembaga pemerintah / swasta yang menginginkan tercapainya keberhasilan. Sangatlah penting untuk memperhatikan mental hygiene ini, agar mereka dapat mengembangkan kiat-kiat untuk mencegah terjadinya maslaah gangguan emosional, datu memperkecil sumber-sumber terjadinya stres.
4. Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik
Tidak sedikit orang yang bergelut dalam bidang politik yang mengidap gangguan mental, seperti : pemalsuan ijazah, money politic, KKN, khianat kepada rakyat dan stres yang menimbulkan perilaku agresif karena gagal menjadi calon legislatif, dll.
5. Mental Hygiene di Bidang Hukum
Seorang hakim perlu memiliki pengetahuan tentang mental hygiene, agar dapat mendeteksi tingkat kesehatan mental terdakwa atau para saksi saat proses pengadilan berlangsung, dimana sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan hukum.
6. Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama
Pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya, para nabi atau para penyebar agama melakukan therapeutik.
Semakin kompleks kehidupan, semakin penting penerapan mental hygiene yang bersumber dari agama dalam rangka mengembangkan atau mengatasi kesehatan mental manusia. Ada kecenderungan orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau haus akan nilai-nilai agama, seperti ceramah atau tausiyah. Mereka merindukan hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan keagamaannya, atau mengatasi masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan tersebut.
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus